Eksistensi Bahas Indonesia
1:20 AMPenggabungan dua bahasa dalam satu lagu merupakan hal yang dapat ditemukan tidak hanya sekali dalam karya-karya musisi Indonesia. Tentu saja, penggabungan itu adalah bahasa Indonesia dengan bahasa asing, yang didominasi oleh bahasa Inggris. Bahasa Inggris tersebut bisa ditemukan dalam seluruh tubuh lagu, ataupun hanya sepenggal kalimat saja. Sejumlah musikus Indonesia melakukan hal tersebut. Grup vokal wanita Cherrybelle misalnya. Dalam salah satu lagunya yang berjudul, Beautiful, mereka menggabungkan lirik bahasa Inggris dan bahasa Indonesia:
You are beautiful, beautiful, beautiful
Kamu cantik cantik dari hatimu
Sama seperti apa yang dilakukan oleh grup band Maliq &
D’Essentials. Bagi pendengar Maliq & D’Essentials, penggunaan dua bahasa
tersebut merupakan hal yang dapat ditemukan pada beberapa lagu. Misalnya, pada
lagu yang berjudul The One, Maliq & D’Essentials meletakkan lirik berbahasa
Inggris pada bagian reffrain yang berbunyi:
Lady I know you’re the one for me
Lady you’re the one I need
It keeps me going on and on to love you
I give you my soul for you to love too
Meskipun demikian, Maliq & D’Essensials punya jawaban
sendiri untuk hal pencampuran dua bahasa tersebut.
Nyaman dengan bahasa Inggris
Pada Minggu, 21 September 2014, kedai kopi mini di daerah
Bintaro sekaligus kantor manajemen Maliq & D’Essentials, yang bernama
Backyard Coffee, tampak lengang. Hanya ada dua orang karyawan yang berada di
balik meja kasir. Aji Anindito, manager Maliq & D’Essentials, muncul dengan
pakaian santainya dari balik pintu dan menyapa penulis. Tidak lama, Widi
Puradireja menyusul kedatangan manajernya. Siang itu, mereka berbicara banyak
tentang lirik lagu Maliq.
Widi, penabuh drum sekaligus penulis lagu Maliq, menganggap
bahwa pencampuran bahasa memang kerap ia lakukan saat menulis lagu Maliq.
“Sebenarnya penggunaan Bahasa Inggris itu rumit, kalau salah penempatan bisa
terdengarnorak. Makanya, jangan memaksakan harus bahasa Indonesia atau bahasa
Inggris. Semua tergantung melodinya. Kalau ternyata kata yang tercetus pertama
bahasa Inggris, ya kami memakai bahasa Inggris” jawab Widi seraya sesekali
menyeruput minuman ringannya.
Mereka juga berbicara mengenai pengaruh penggunaan bahasa
Inggris terhadap pemutaran lagu di radio. Beberapa radio-radio di Indonesia
memiliki kebijakan dalam pemutaran lagu musisi Indonesia yang berbahasa asing.
Widi dan anggota Maliq lainnya pun kerap mempermasalahkan hal tersebut. “Bahasa
Inggris kan bahasa internasional. Bukan karena sok berbahasa asing ya, tetapi
karena memang ngerasa liriknya lebih enak menggunakan bahasa Inggris. Jadi, ada
kepentingan dari sisi kreatifnya juga” tambah Aji.
Penggunaan bahasa asing pun tidak sembarangan. Widi
menganggap penggunaan bahasa asing tersebut harus tepat. Ia memang memahami
setiap musisi memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada yang merasa lebih sulit
menggunakan bahasa Indonesia, dan sebaliknya. “Musisi boleh memilik idealisme,
tetapi juga harus ingat profesionalisme. Penggunaannya harus tepat ke target.
Jangan justru membuat orang bingung, sehingga pesan yang ingin disampaikan
malah tidak tercapai. Sebenarnya, kan, lagu adalah pesan yang disampaikan
dengan cara yang lebih indah,” lanjut Widi.
Aditya Mirza, salah satu pendengar Maliq & D’Essentials,
sempat berbincang mengenai pencampuran dua bahasa dalam lagu tersebut. “Ada
beberapa lagu Maliq yang menggunakan bahasa Inggris, terkadang harus dicari
dahulu untuk tahu liriknya. Seharusnya lirik bahasa Inggris memang mengganggu,
tapi Maliq bisa membuat itu jadi lebih enak didengar dan nyaman di telinga
juga,” ujarnya.
Ia menganggap lirik Maliq memang tidak mudah diterima oleh
semua orang di Indonesia, jika dibandingkan dengan grup band Slank atau Dewa.
Menurutnya, penggunaan lirik bahasa Inggris sebenarnya tidak mengurangi
kesukaan seseorang terhadap seorang musisi. “Penggalan lirik bahasa Inggris
emang bisa mempermanis lagu, tetapi itu bukan masalah. Yang pasti, jangan
sampai lirik bahasa Inggris itu menutupi bahasa Indonesia,” ujarnya sambil
tersenyum ketika ditemui penulis di kediamannya pada Sabtu, 20 September 2014.
Menurut saya, wabah ini menghilangkan rasa idealisme secara
perlahan. Kita mengaku bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan
juga bahasa pengantar, namun dalam kehidupan sehari-hari kita malah lebih gemar
mengadopsi bahasa asing untuk dijadikan bahasa pengantar. Kita dapat melihatnya
tidak hanya dikota besar, seperti Jakarta, tapi sudah mulai masuk ke berbagai
daerah. Lirik lagu ialah contoh yang sangat disadari, contoh lainnya seperti naman
jalan, nama pusat perbelanjaan, nama usaha, iklan, bahkan judul film banyak
sekali mengadopsi sebagian bahkan sepenuhnya bahasa asing. Alasan penggunaan
ialah dinilai lebih modern, lebih menarik, dan lebih menjual. Padahal target
penjualan, pemasaran, atau target penikmat ialah masyarakat Indonesia. Artinya
ekstitensi bahasa Indonesia dianggap tidak begitu menarik dan terkesan
terbelakang dibanding bahasa asing lainnya, dan menjadikan generasi muda lebih
gemar dan bangga menggunakan bahasa asing dibanding bahasa Indonesia.
Berbahasa asing tak melulu salah jika digunakan dalam
kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Hanya saja penggunaannya harus pada
konteks yang tepat, seperti dalam kemajuan dunia pendidikan, dan hubungan
global dengan pihak asing. Namun bukan berarti harus meninggalkan Bahasa Ibu
Pertiwi sebagai bahasa utama bangsa. Bukan juga berarti malu atau merasa
ketinggalan zaman menggunakan bahasa perekat keberagaman Nusantara ini.
Perlunya ada kesadaran dan penananman rasa cinta akan tanah air dan seluruh
aspeknya.
0 Comment